A.Sikap-sikap dan pengaruhnya dalam pendidikan
Kalau kita tinjau pengertian sikap ini, maka pengertian itu relatif adanya. Karena mengingat sikap itu terdapat di dalam diri manusia, maka sikap itupun tergantung pada manusia itu sendiri bagaimana caranya manusia itu menggunakannya dalam kehidupannya sehari-hari.
Adapun sikap itu muncul dalam hubungan antara manusia yang mempunyai hubungan, bahwa manusia bersama-sama dengan manusia lainnya yang memerlukannya. Jadi bukan hanya bersama-sama pada suatu tempat, itu sebabnya mengapa sikap itu tidak dapat dilepaskan dari diri/pribadi pemangku sikap itu, bahwa mulanya tidak dapat dilepaskan dari hadirnya pemangku sikap itu sendiri.
Dalam sikap seseorang itu selalu terdapat suatu ketegangan antara milik pribadi yang tunduk pada sikapnya dengan perasaan bersatu dengan pemangku kesikapannya. Perasaan bersatu itu dapat merupakan pengikat antara orang tua dan anak, antara murid dan guru dan dapat juga merupakan rasa kekeluargaan yang berdasarkan kepentingan bersama antara orang-orang yang menurut alamnya bukan satu keluarga dan banyak lagi bentuk lain.
Sikap sesorang itu susah dipengaruhi oleh orang lain bila ia telah menentukan sikapnya, bisa sikap itu berubah bila sikapnya itu dianggap salah olehnya. Tetapi tidak dengan begitu saja ia akan merubh sikapnya itu tanpa ia mentelaah lagi kesalahan dari sikapnya itu. Memang sikap adalah hak seseorang untuk menentukan sesuatu. Jadi sikap itu sangat berpengaruh dalam diri sesorang, dan sikap adalah salah satu faktor yang terdapat di dalam diri seseorang. Karena dengan sikap bahwa orang itu mempunyai yang dapat dipertanggung jawabkan.
B.Sikap-sikap guru dalam mengajar serta pengaruhnya.
1.Sikap berpakaian.
Sebenarnya hal ini tidak perlu dibicarakan akan tetapi mengingat keadaan sekarang, dimana orang sering sempat berani dan bebas serta progresif dalam hal berpakaian, maka hal ini kita bicarakan.
Sebaiknya seorang guru berpakaian hendaknya sopan, sederhana tetapi terpelihara. Jangan bercelana Napoleon atau bergaun you can see di muka kelas. Tak usah berpakaian yang gemerlapan atau dari bahan yang sangat mahal. Ingat bahwa seorang guru yang ganjil dalam berpakaian dapat menerbitkan geli hati dan celaan murid-murid. Akibatnya seorang guru tidak dapat mengajar dengan tenang. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang menggelisahkan dan meragukan hatinya dengan sendirinya ia tidak dapat menyatukan segala perhatiannya dan pikirannya pada pelajaran yang sedang ia berikan. Ia makin bertambah bingung dan pelajaran menjadi kacau dan gagal sama sekali, padahal ia telah membuat persiapan dengan sungguh-sungguh.
2.Sikap di muka kelas.
Sering suasana kelas dipengaruhi oleh sikap guru di muka kelas. Kelas menjadi gaduh, kalau guru ragu-ragu dan kelas menjadi tentang kalau guru bersikap tegas dan bijaksana. Bersikap tegas tidak sama dengan bersikap keras, bersikap tegas berarti begini: kalau guru menyuruh murid-muridnya supaya tenang, mereka harus mengidahkan suruhannya. Kalau mereka belum tenang dan jangan mulai mengajar atau melanjutkan pelajaran, kalau murid-murid belum tenang sungguh-sungguh. Kalau masih ada murid-murid yang bercanda, bercakap-cakap dan guru terus melanjutkan mengajar, maka percakapan itu akan menjadi menjalar dan kelas akan menjadi gaduh. Kerena itu peganglah teguh disiplin kelas, berbicaralah dengan tenang dan tegas, jangan menggangap.
Mengenai sikap di muka kelas perlu diperhatikan hal-hal yang lain, yaitu, jangan terlalu banyak menggunakan gerak-gerak tangan waktu berbicara, jangan berbicara terlalu keras dan jangan pula berbicara terlalu pelan atau lemah. Bergeraklah dengan tengan dan berbicaralah dengan suara yang sedang dan jangan ribut, kalau guru ribut kelas akan segera ribut pula. Bergembiralah selalu (sebagai seorang guru harus pandai bermain sandiwara), mungkin guru, sedang susah namun janganlah kesusahannya itu ditunjukkan kepada murid-murid. Tunjukkanlah semua pertanyaan kepada semua kelas seluruhnya dan baru kemudian tunjukkanlah seorang murid-murid menjawab. Bagi seorang guru kita haris berani:
a.Berani memandang tiap-tiap murid, matanya.
b.Jangan bersikap putus asa.
c.Usahakanlah murid-murid bekerja sendiri.
d.Jangan mengajak murid-murid.
e.Ciptakan suasana kelas yang baik.
f.Jangan memberi hukuman badan.
Dalam kelas yang suasananya baik, murid-murid dapat bekerja bersma-sama, saling tolong menolong. Mereka giat bekerja dan merasa suatu keluarga, cintailah murid-nurid seperti ibu bapak mencintai anak-anaknya.
3.Sikap sabar.
Sering guru merasa, bahwa ia telah mengajar dengan baik dan sungguh-sungguh. Asas-asas didaktik teleh diprektekkan Ia mengajar dengan penuh kegembiraan dan enthousianisme, namun demikian hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.
Guru selalu kecewa dan kekecewaan yang terus menerus dapat menjadikan guru mudah putus asa. Karena itu harap sabar, karena hasil pengajaran dan pendidikan kita tidak selalu segera kelihatan oleh kita.. Anak-anak tidak selalu segera mengerti akan maksud kita dan mengindahkan keinginan kita.
4.Sikap yang mengejek murid.
Guru yang kecewa mudah berbuat hal-hal yang tidak baik umpamanya mengejek, mencela, mengeluarkan kata-kata yang kasar yang dapat mematahkan semangat belajar murid. Seorang guru ilmu pasti pernah melemparkan kata-kata demikian kepada seorang murid “meskipun kamu bekajar 10 tahun lagi kamu tak akan mengerti juga”, kata-kata yang demikian dapat membuat murid-murid bersikap acuh tak acuh dan menjadi putus asa. Dan kata-kata demikian ini secara paedagogis dan psychologis tidak dapat dipertanggung jawabkan. Lebih berbahaya lagi kalau seorang murid dijadikan sasaran ejekan teman-temannya. Banyak anak murid yang menjadi sakit hati dan tak mau berbuat lagi sesuatu, hal ini sangat merugikan bagi perkembangan anak murid selanjutnya.
5..Sikap yang lekas marah
Banyak hal yang dapat mengecewakan guru, umpamanya: murid yang tidak sopan , yang tolol, yang selalu gaduh, yang kotor, dan sebagainya. Janganlah guru lekas marah karena itu, orang yang lekas marah mudah bertindak yang kurang baik. Guru mudah marah menghukum anak, mengejek, mencelanya, memukulnya dan sebagainya.
6.Sikap yang memberi hukuman badan.
Menurut peraturan sekolah, guru dilarang memberi hukuman badan, umpamanya: memukul, menedang, melempar dsb. Dengan hukuman yang demikian itu murid dapat dirugikan/disakiti karenanya. Murid yang lebih kecil itu biasanya tidak berani melawan, tetapi dalam hatinya timbul rasa tidak senang terhadap guru, atau ia menjadi takut kepada guru, dan kedua-duanya tidak baik.
Lagi pula kalau guru sudah sering atau biasa memberi hukuman badan ia tidak segan-segan memberi hukuman yang lebih berat lagi kepada murid.
Memang masih ada guru-guru yang memberi hukuman badan, dan hukuman yang diberikan sesungguhnya tidak begitu dipertimbangkan. Memukul murid dengan tongkat kecil, bukan hak itu tidak jarang dilakukan.
Secara personlijk sesungguhnya tidak memberi larangan mutlak, untuk memberi hukuman badan. Menurut hemat penulis, guru boleh memberi hukuman badan, kalau ia sebagai orang tua terhadap anaknya, bertanggung jawab penuh atas tindakannya itu, artinya: kalau ia sudah mempertimbangkan hukuman itu masak-masak, bahwa hukuman itu satu-satunya obat yang manjur untuk memperbaiki murid. Jadi hukuman itu tidak diartikan pada waktu guru bernyala-nyala marahnya, dan tidak diberikan untuk membalas dendam.
7.Sikap yang banyak memberi larangan.
Guru yang banyak mengadakan larangan membuktukan bahwa perinta-perintahnya tidak dituruti oleh murid-muridnya. Dan itu membuktikan bahwa tidak ada ketertiban. Guru yang baik, jarang melarang, sebab biasanya perintahnya dituruti. Larangan yang banyak dapat menimbulkan kemungkinan besar untuk melanggar peraturan tanpa disadari oleh murid-murid. Larangan biasanya merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi murid, karena itu jangan banyak melarang.
8.Bersikap jujur dan adil.
Murid-murid akan lekasa mengerti, apakah guru itu bertidak adil dan jujur, mereka lekas melihat, bahwa guru memperlakukan mereka tidak sama. Yang satu diperlakukan lebih manis dari pada yang lain, ini adalah suatu bahaya bagi mereka, mereka lekas-lekas mengecap gurunya dengan kata-kata: tidak adil, tidak jujur, pilih kasih dan sebagainya. Dan mereka sendiri yang diperlakukan lebih manis itu merasa tidak senang akhirnya. Suasana kelas akan menjadi lebih buruk karena sikap guru yang demikian.
9.Sikap guru yang bertanggungjawab
Sama halnya dengan dokter, ahli hukum, insinyur, montir, gurupun membutuhkan sejumlah pengetahuan, metode dan kecakapan dasar lainya yang perlu dapat untuk melaksanakan tugasnya.
Ada jenis pekerjaan yang lebih banyak menuntut syarat fisik, ada yang meminta lebih banyak syarat-syarat emosi, ada pula pada syarat intelek, sosial dan sebagainya. Yang menyebabkan perbedaan-perbedaan jenis pekerjan itu adalah tuntutan yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Yang kemudian dianalisa dan dikembangkan melalui sebuah masa pendidikan. Begitu pula keadaannya dengan tugas mengajar bila ditinjau sebagi tugas yang memperoleh gambaran mengenai jenis pengetahuan dan ketrampilan dasar yang dibutuhkan setiap orang yang mempersiapakan diri untuk terjun dalam bidang ini. Salah satu caranya ialah dengan mengamati dan menganalisa berbagai situasi pendidikan. Dalam pendidikan hendaknya seorang guru harus dapat bertanggung jawab demi masa perkembangan anak didiknya.
Memang dalam mendidik, seorang guru harus mempunyai rasa tanggung jawab yang dalam. Bila seorang guru tidak mempunyai rasa tanggung jawab maka banyak pengaruhnya pada anak didik itu. Karena dengan tidak adanya rasa tanggung jawab dari guru maka anak didik itu akan berbuat hal-hal yang tidak dibenarkan dalam pendidikan.
Dengan tidak adany rasa tanggung jawab dari seorang guru maka tidak mustahil bila tujuan pendidikan yang akan dicapai akan tidak tercapai apa yang diharapkan oleh guru itu sendiri maupun oleh orang tua sekolah dan negara.
Memang kenyataan-kenyataan itu membenarkan teori didaktik yang meletakkan berbagai pertanggungan jawab pada pundak seorang guru disamping tugasnya mengajar suatu pengetahuan. Guru harus menjadi pembimbing dan penyuluh yang segar yang memelihara dan mengarahkan perkembangan pribadi dan keseimbangan mental murid-muridnya. Dan guru memjadi orang tua mereka di dalam mempelajari dan membangun sistem nilai yang dibutuhkan dalam masyarakat, serta menjadikan murid-muridnya menjadi manusia dewasa susial serta bertanggung jawab moral.
Daftar pustaka
Abu Ahmad. Didaktik Metodik, cv. Toha Putra, Semarang 1995.
Bambang Laksono., Majalah Mahasiswa No.33 Thn. VI Januari 1993
M.J. Langevld, Beknopte Theoretische Paedagogiek, diterjemajkan, Prof. DR. I. P. Simanjuntak M. A., nasco, Jakarta 1989.
Mashoed, Pedoman Mengajer Oleh Raga Pendidikan Di sekolah Dasar, cv. Baru Jakarta 1996.
Otang Kardi Saputra, Belajar dan
Pembelajaran , FKIP-UNLA 2000.
Winarno Surakhmad, Dasar Dan Teknik Instraksi Mengajar dan Belajar, Tarsito, Bandung 1993, cetakan ketiga.
Penulis
Sungging Handoko