Jumat, 06 Maret 2009

Arti Penting Keteladanan dalam Pendidikan Anak



Oleh Ustd. Adi Junjunan Mustafa**

A. Pendahuluan

v Saat ini anak-anak mengalami krisis keteladanan. Hal ini terjadi karena sedikitnya mass media yang mengangkat tema tentang tokoh-tokoh teladan bagi anak-anak. Tayangan-tayangan televisi misalnya, didominasi acara hiburan dalam berbagai variasinya, acara sinetron atau acara gosip selebriti tidak dapat diharapkan memberikan contoh kehidupan Islami secara utuh. Sementara itu porsi penanaman akhlak mulia melalui contoh pribadi tedalan pada pelajaran-pelajaran keislaman di sekolah juga masih rendah.

v Dalam kondisi krisis keteladanan ini, keluarga menjadi basis penting bagi anak untuk menemukan keteladanan. Maka ayah dan ibu menjadi figur-figur pertama bagi anak untuk memenuhi kebutuhan ini. Oleh karenanya orang tua mesti memiliki kesadaran untuk menjadi pribadi teladan dalam proses pembentukan akhlak Islami pada anak.

v Dalam rangka tugas mulia di atas, orang tua mesti memiliki panduan dalam mengarahkan diri mereka dan anak-anak untuk secara optimal menyerap contoh sikap dan perilaku mulia dari tokoh-tokoh teladan.

B. Pengarahan al-Quran dan as-Sunnah

v Nabi Musa as walaupun seorang Nabi tetap mencari tokoh yang dapat menjadi teladan dirinya dalam hal ilmu. Imam Bukhari –semoga Allah merahmatinya- meriwayatkan bahwa Nabi Musa as. pernah ditanya tentang orang yang paling pandai. Dijawabnya bahwa ia sendirilah orang terpandai atau paling ‘alim. Tetapi Allah swt menegurnya bahwa ia salah dalam pengakuannya, karena masih ada orang yang lebih pandai daripada dirinya. Inilah yang kemudian yang menjadi latar belakang kisah tentang Nabi Musa dengan seorang hamba Allah yang shalih dalam al-Quran, surat al-Kahfi:60-82. Ada dua catatan menarik dari kisah pertemuan Nabi Musa dengan orang shalih ini, yaitu:

1. Kesungguhan dan kerja keras Nabi Musa as. selama bertahun-tahun untuk menemui orang shalih dalam rangka belajar tentang ilmu yang diajarkan Allah swt kepadanya (QS al-Kahfi:60-62)

2. Nabi Musa as menunjukkan adab sopan santun terhadap orang shalih yang berilmu, sehingga diijinkan menjadi muridnya. (QS al-Kahfi:66, 69)

v Nabi Muhammad saw. dibimbing Allah swt. untuk meneladani para Nabi sebelum beliau setelah Allah mengisahkan kisah mereka pada surat al-An’aam. “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petujuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS al-An’aam:90). Secara khusus Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya diarahkan Allah swt. untuk meneladani Nabi Ibrahim as dan pengikutnya dalam mentaati Allah. “Sesungguhnya pada mereka itu ada teladan yang baik bagi kalian.” (QS al-Mumtahanah:6).

v Nabi Muhammad saw. sendiri ditegaskan oleh Allah swt sebagai teladan bagi orang-orang beriman (QS al-Ahzab:21) dan Allah memuji beliau karena memiliki akhlaq yang luhur (QS al-Qalam:4). Demikianlah, riwayat hidup beliau dan petuah-petuah beliau terkodifikasi dengan amat baik oleh para ulama hadits dan para ulama sejarah dalam bentuk kumpulan hadits dan tarikh. Dengan demikian umat Islam sepanjang masa akan dapat terus mereguk keteladanan dari pribadi Nabi Muhammad saw yang disebutkan Aisyah ra, “Akhlak beliau adalah al-Quran.”

v Maka Nabi Muhammad saw pun mengajari umatnya untuk mengambil pelajaran dari beliau, termasuk dalam mendidik anak. Beliau bersabda, “Rabb-ku telah mendidikku dengan pendidikan yang baik.” (H.R. Al-Asaakir dan Ibnu Sam’ani). Beliau juga bersabda, “Didiklah anak-anak kalian dalam tiga perkara: mencintai Nabimu, mencintai keluarganya dan tilawah al-Quran, sebab orang yang memelihara al-Quran itu berada dalam lindungan singgasana Allah bersama para NabiNya dan orang-orang yang suci, pada hari tidak ada perlindungan selain daripada perlindunganNya.” (H.R. Ath-Thabrani dari Ali ra.)

v Rasulullah saw bersabda, “Para sahabatku bagaikan bintang-bintang. Dari siapa saja di antara mereka kalian ikuti, niscaya kamu mendapat petunjuk.” (H.R. Al-Baihaqi dan Ad-Dailami)

v Kisah-kisah dalam al-Quran, kisah-kisah sebagaimana disampaikan lewat hadits-hadits Nabi Muhammad saw dan juga kisah para sahabat Nabi adalah sarana penting bagi penemuan dan pembentukan jati diri muslim. Anak-anak dan manusia secara umum senang mendapatkan pelajaran dari kisah-kisah, apalagi ketika kisah-kisah itu disampaikan dengan bahasa yang indah dan baik. Allah Maha Mengetahui tentang jiwa manusia. Dengan kisah-kisah pada KitabNya itulah Dia hendak mendidik jiwa manusia. Para ulama salaf berkata, “Kisah adalah salah satu tentara Allah yang mampu meneguhkan hati.”

C. Beberapa Ucapan dan Sikap Salafush Shalih

v Sa’ad bin Abi Waqash ra. berkata, “Kami mengajar anak-anak kami tentang peperangan Rasulullah saw. sebagaimana kami mengajarkan surat al-Quran kepada mereka.”

v Imam Ghazali berkata, “Ajarkan al-Quranul karim kepada anak, hadits-hadits akhbar, hikayat orang baik, kemudian beberapa hukum agama.”

v Al-Fadhl bin Zaid kagum terhadap seorang anak A’rabi, maka ibu anak tersebut berkata, ”Apabila ia berumur lima tahun, maka aku akan menyerahkannya kepada seorang pendidik. Pendidik itu menghafalkan al-Quran dan membacanya, lalu mengajarkan syi’ir dan meriwayatkannya. Ia juga disenangkan dengan kejayaan kaumnya, serta diajar meneladani jejak-jejak terpuji bapak dan kakeknya …”

v Imam Abu Hanifah pernah mengingatkan seorang anak, “Awas, nanti kami jatuh!” Si anak menjawab, “Justru Andalah yang harus berhati-hati, sebab kejatuhan seorang ‘alim adalah bencana bagi ‘alam.” Imam Abu Hanifah amat terkesan dengan ucapan anak itu. Sejak saat itu ia tidak pernah mengeluarkan fatwa, sebelum mengkaji bersama murid-muridnya selama sebulan.

v Ketika Umar bin Abdul Aziz dilantik menjadi khalifah berdatangan para tamu untuk mengucapkan selamat dan berjanji setia. Salah satu kelompok menunjuk seorang anak muda (11 tahun) untuk jadi juru bicara. Umar berkata, “Apakah tidak sebaiknya orang yang lebih tua daripada kamu yang berbicara?” Anak tersebut menjawab, “Wahai Amirul mukminin, jika persoalannya terletak pada usia, niscaya Anda pun tidak pantas diangkat sebagai khalifah, karena masih banyak orang lain yang lebih tua daripada Anda. Wahai Amirul mukminin, tahukah Anda bahwa yang membuat orang itu kecil adalah lisan dan hatinya?” Umar pun berkata, “Wahai anak muda, nasihatilah aku!” Maka beliau pun dinasihati hingga menangis.

D. Kiat Orang Tua

v Orang tua hendaklah banyak membaca sirah Nabi Muhammad saw dan juga profil orang-orang shalih. Internalisasi bacaan ini akan membentuk pribadi berakhlak terpuji, sehingga pantas menjadi salah satu panutan bagi anak. Bacaan ini juga sekaligus menjadi pengetahuan untuk diajarkan kepada anak-anak. Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan menyebutkan sifat-sifat asasi seorang pendidik mencakup:

1. Keikhlasan

2. Ketakwaan

3. Keluasan ilmu

4. Sifat santun

5. Rasa tanggung jawab. Yaitu tanggung jawab untuk melindungi anak dari berbagai serangan terhadap kepribadian mereka (sisi pemikiran, kejiwaan dan akhlak).

v Menghargai nasihat dan kebenaran meskipun dari seorang anak kecil. Pada masa kejayaan peradaban Islam banyak kisah tentang kedudukan anak-anak yang dihormati oleh para pemimpin saat itu. Akar dari kondisi ini adalah didikan dari Rasulullah saw terhadap para sahabat. Ibnu Mas’ud pernah dinasihati beliau dengan kalimat, “Sembahlah Allah dan jangan kau sekutukan dengan yang lain. Berjalanlah kamu bersama al-Quran di manapun kamu berada. Terimalah kebenaran dari siapapun, baik dari anak kecil ataupun dari orang dewasa, meskipun ia adalah orang jauh yang kamu benci. Dan tolaklah kebatilan dari siapapun, baik dari anak kecil atau orang dewasa, meskipun itu adalah orang dekat yang kamu cintai.” (H.R. Ibnu Asaakir dan Ad-Dailami)

v Mengajak dan mendorong anak untuk membaca kisah-kisah orang teladan. Orang tua berperan untuk memilihkan buku yang menarik dan sesuai dengan perkembangan kejiwaan dan pemikiran anak. Untuk anak yang telah menginjak usia remaja, orang tua dapat berdiskusi dengan mereka dalam memilih buku-buku yang menjadi minat mereka.

v Mengajak anak berkesempatan berdialog dengan orang-orang shalih. Banyak riwayat menceritakan bahwa para sahabat mengajak anak-anak mereka untuk berjumpa dengan Nabi Muhammad saw. Hadits yang berbunyi, “Wahai anak, makanlah dengan tangan kananmu dan ambillah makanan yang dekat denganmu.” Disampaikan Rasulullah saw kepada anak seorang sahabatnya yang diajak berkunjung kepada beliau oleh ayahnya.

v Pada fase pembiasaan (untuk anak usia balita terutama), orang tua hendaknya termotivasi untuk senantiasa merujuk kepada perilaku Rasulullah saw ketika membetulkan sikap atau perilaku yang keliru dari anak.

v Pada fase remaja, orang tua hendaklah mengalokasikan waktu dialog dengan mereka tentang kondisi ideal yang diharapkan ada pada mereka. Suasana berdialog juga dipilih agar mereka nyaman dalam mencerna nilai-nilai yang hendak ditanamkan.

v Mengirimkan anak-anak ke sekolah-sekolah yang memiliki pendidik berakhlak mulia serta memiliki ilmu yang berkualitas, sehingga kepribadian anak-anak terbina dengan baik.

v Selain kepada Nabi Muhammad saw, yang memang menjadi model manusia berakhlak paling mulia, pengambilan contoh keteladanan kepada siapapun bukanlah peleburan kepribadian (meniru habis-habisan). Setiap orang memiliki kekhasan, karenanya seseorang tetaplah mesti menjadi dirinya sendiri, akan tetapi menjadi pribadi yang semakin hari semakin baik. Karenanya ketika mengarahkan anak untuk meneladani seseorang orang tua pun hendaknya tetap mendorong anak untuk tetap pada kekhasan dirinya sendiri.

E. Bahan Bacaan

1. Cara Nabi Mendidik Anak, Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaih, Penerbit Al-I’tishom Cahaya Umat, 2004

Terutama pada Bab 3: Cara-cara Nabi Mendidik Anak (hal 57-104). Bab ini menjelaskan panduan dasar dalam pendidikan anak, cara membangun pemikiran anak dan cara membangun jiwa anak. Pada panduan dasar disebutkan bahwa keteladanan akan menanamkan kesan positif dalam mendidik jiwa anak.

2. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Abdullah Nashih ‘Ulwan, Penerbit Asy-Syifa, 1990

Buku ini adalah salah satu buku panduan utama tentang pendidikan anak dalam Islam. Pada bagian ketiga buku ini, Dr. Nashih ‘Ulwan mengungkapkan secara khusus pentingnya keteladanan sebagai metode pendidikan influentif bagi anak. Beliau menyampaikan contoh-contoh keteladanan Rasulullah saw seperti semangatnya dalam berdakwah, kerendahan hatinya, ketekunan ibadahnya kedermawanannya, kasih sayangnya terhadap anak-anak dll. (Sajian keteladanan Rasulullah saw juga ikupas secara luas dalam buku Ar-Rasul saw. tulisan Said Hawwa.)

3. Cara-cara Efektif Mengasuh Anak dengan EQ, Maurice J. Elias, Steven E. Tobias dan Brian S. Friedlander, Penerbit Kaifa, 2000

Buku ini menjadi panduan yang baik bagi orang tua untuk mendidik anak-anak dengan memperhatikan kondisi kejiwaan yang tepat. Walaupun buku ini ditujukan untuk membuat anak cerdas secara emosional, justru orang tua diajak untuk memiliki kecerdasan emosional (EQ) terlebih dahulu untuk menjadi teladan anak. Kelebihan buku ini adalah pada penyampaian contoh-contoh praktis yang dialami orang tua dalam mendidik EQ.

4. Melipatgandakan Kecerdasan Emosi Anak, Irawati Istadi, Penerbit Pustaka Inti, 2006

Buku ini menjelaskan masalah pendidikan kecerdasan emosional secara praktis. Digali dari pengalaman keseharian seorang ibu atau pendidik TK. Lebih banyak mengupas kiat-kiat pendidikan untuk anak usia balita.

5. Menjadi Pribadi Sukses, Akrim Ridha, Penerbit Syaamil Cipta Media, 2003

Pada Kiat Ketiga (hal 16-20), Dr. Akrim mengangkat diskusi bahwa kelelahan paling utama dalam membangun pribadi suskes adalah dalam menemukan teladan. Pada bagian ini dijelaskan juga cara memperoleh figur ideal dan hal-hal yang perlu diperhatikan ketika memilih figur teladan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar