Kamis, 05 Maret 2009

CITRA TEH INDONESIA DI MATA PARA PEMBELI TEH DUNIA

Oleh :
Rohayati Suprihatin

Data yang digunakan untuk keperluan analisis citra teh Indonesia bersumber dari data primer yang dikumpulkan melalui wawancara dengan seluruh pembeli teh (22 perusahaan) yang tergabung dalam JTBA (Jakarta Tea Buyers' Association). P emilihan prioritas variabel untuk analisis citra menggunakan metode Eickenrode (Ma'arif dan Tanjung, 2003). Metode pengolahan untuk analisis citra teh Indonesia menggunakan metode semantic differential (Kotler, 1993) dan Multi Atribut Angka Ideal (Enget et al ., 1994).

Dari hasil pengolahan data, diperoleh prioritas variabel yang digunakan untuk analisis citra yaitu (1) harga pasar dari teh kering; (2) kesesuaian jenis teh dan grade yang ditawarkan dengan permintaan pasar; (3) rasa seduhan teh; (4) appearance atau kenampakan teh kering; (5) aroma seduhan teh; (6) kemudahan dalam penyelesaian klaim; (7) warna seduhan teh; (8) jenis kemasan dan kekuatan kemasan yang digunakan untuk mengekspor teh; dan (9) infused leaf atau kenampakan ampas dari teh yang telah diseduh.

Pada analisis posisi citra teh Indonesia, hanya ditampilkan posisi citra teh hitam (pengolahan orthodox) Indonesia sebagai salah satu jenis teh curah yang paling banyak diproduksi di Indonesia, yang mencapai 66% dari total produksi teh di Indonesia. Jenis produk teh curah lainnya yang diproduksi Indonesia adalah berupa teh hijau (23%) dan teh hitam hasil pengolahan Crushing, Tearing, and Curling (CTC) (11%) (ITC, 2002) .

Hasil analisis citra teh Indonesia disajikan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut diketahui bahwa posisi citra teh Indonesia di mata para pembeli teh dunia menempati posisi terbaik ketiga setelah Sri Lanka pada posisi terbaik pertama, dan India Utara pada posisi terbaik kedua. Kriteria teh Indonesia yang sudah mendekati angka ideal adalah aroma, kemasan dan pelayanan penyelesaian klaim. India Utara dibedakan dengan India Selatan karena karakteristik teh yang di hasilkan di kedua wilayah tersebut sangat berbeda.

Di lain pihak, beberapa kriteria yang berpeluang untuk dapat diperbaiki dalam rangka meningkatkan citra teh Indonesia berturut turut mulai dari prioritas utama adalah (1) kesesuaian jenis dan grade teh yang ditawarkan dengan permintaan pembeli; (2) rasa air seduhan; (3) kenampakan teh kering ( appearance ) ; (4) harga jual; (5) warna air seduhan; (6) aroma air seduhan; (7) pelayanan penyelesaian klaim; (8) kenampakan ampas seduhan ( infused leaf ) dan (9) jenis dan cara pengemasan (Tabel 2)

Pada aspek kesesuaian jenis dan grade teh orthodox, para pembeli yang tergabung dalam JTBA (responden) menilai bahwa jenis dan grade yang ditawarkan oleh Sri lanka melalui Colombo Tea Auction (CTA) dianggap sudah mendekati kondisi ideal. Dalam hal ini sebagian besar teh orthodox yang ditawarkan pihak Sri Lanka merupakan jenis low grown dengan grade-grade tertentu yang disesuaikan dengan analisis kecenderungan ( trend ) permintaan pasar. Sebagai gambaran, komposisi produksi teh Sri Lanka pada tahun 2001 (KPB-PTPN, 2001) didominasi oleh teh jenis low grown (52-56%). Selebihnya terdiri dari teh jenis high grown (27-29%) dan medium grown (18-19%) (Tabel 3). Di lain pihak, komposisi produksi teh Indonesia pada tahun 2002, sebagian besar (50%) adalah jenis medium grown tea , selebihnya 30% low grown dan hanya 20% yang termasuk high grown tea

Pada aspek rasa air seduhan, kenampakan teh kering, aroma dan warna air seduhan, para responden menghendaki kriteria ideal seperti yang terdapat pada teh orthodox yang dihasilkan India Utara. Di lain pihak, dalam penyelesaian klaim, para responden menghendaki cara-cara penyelesaian klaim seperti yang telah dilakukan oleh para eksportir asal Cina karena sangat mudah dan cepat.

Dalam rangka meningkatkan citra teh Indonesia diperlukan perbaikan mutu teh Indonesia melalui penyempurnaan proses pengolahannya. Prioritas pertama yang perlu diperbaiki adalah kesesuaian jenis dan grade teh yang diproduksi Indonesia dengan jenis dan grade teh yang diminta pasar. Jenis teh yang dihasilkan ( high, medium, dan low grown ) sangat terkait dengan elevasi kebun. Teh high grown hanya dapat dihasilkan oleh kebun-kebun teh yang berada pada elevasi di atas 1.200 m dari permukaan laut (dpl). Untuk teh medium grown dan low grown masing-masing hanya dapat dihasilkan oleh kebun-kebun yang berada pada elevasi 800 – 1200 m dan 500 – 800 m dpl.

Untuk kriteria grade , hasil kesepakatan lima orang pakar pengolahan dan dua orang tea taster mengemukakan bahwa grade yang dihasilkan kebun dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar melalui modifikasi proses pelayuan, penggulungan, penggilingan, sortasi basah, sortasi kering, dan tingkat kehalusan pucuk daun teh segar.

Dalam kaitannya dengan penyesuaian jenis grade , hasil penelitian Bambang et al . (1991) mengemukakan bahwa skema giling orthodox - rotorvane merupakan cara yang dapat ditempuh untuk menghasilkan teh jenis small grade dalam jumlah yang lebih tinggi. Bambang et al . (1991) telah melakukan percobaan penggunaan rotorvane (RV) dua kali melalui pada skema giling orthodox-rotorvane menggunakan empat kali penggilingan. RV diletakkan sebagai gilingan kedua dan ketiga; kedua dan keempat; serta ketiga dan keempat. Hasil percobaan menunjukkan bahwa penggunaan RV selalu meningkatkan jumlah bubuk basah yang dihasilkan, demikian pula jenis mutu utama terutama jenis PF dan D. Walaupun di antara ketiga perlakuan menggunakan RV tidak berbeda nyata, tetapi disarankan penggunaan RV seawal mungkin (RV 2-3) untuk mendapatkan persentase jenis mutu utama yang tinggi. Penilaian organoleptik air seduhan teh tidak menunjukkan perbedaan antara pengolahan kombinasi orthodox-rotorvane dengan orthodox penuh. Akan tetapi teh kering asal pengolahan kombinasi orthodox-rotorvane (RV dua kali lewat) berwarna lebih kemerahan dibandingkan dengan hasil pengolahan orthodox penuh.

Penggunaan RV tiga kali lewat tidak disarankan karena appearance teh kering sangat kemerahan dan komposisi jenis yang dihasilkan kurang mencapai sasaran untuk mendapatkan jenis bubuk halus (small grade) berkualitas baik. Namun demikian, dalam kondisi kapasitas pabrik tak berimbang dengan produksi pucuk yang biasanya terjadi pada musim hujan (dalam keadaan terpaksa), program giling dengan tiga kali RV yang penekanannya diatur dari besar ke makin kecil dapat dilakukan dengan syarat dilengkapi dengan alat pemecah gumpalan bubuk yang efektif. Uji organoleptik teh hitam asal pengolahan RV tiga kali lewat memberikan penilaian bahwa teh sangat kemerahan dan sedikit terasa pahit, warna air seduhan sangat gelap, sedikit mengkilat dan strength yang cukup menonjol.

Tabel 1. Hasil analisis citra teh Indonesia

Kriteria Citra

Bobot

Ideal

Indo

nesia

Sri Lanka

India

Utarab)

India

Selatanb)

Cina

Viet

nam.

Kesesuaian jenis teh & grade

Skor (1): sangat tidak sesuai

skor (5): sangat sesuai dg

kebutuhan

0,1727

5

3

5

4

4

4

3

Harga

Skor (1): sangat murah

Skor (5): sangat mahal

0,1865

3

3

4

5

3

2

3

Appearance
Skor (1): sangat kurang
Skor (5): sangat baik

0,1189

5

3

4

5

3

3

3

Rasa Air Seduhan

Skor (1): sangat kurang

Skor (5): sangat baik

0,1564

5

3

4

5

3

2

2

Warna Air Seduhan

Skor (1): sangat kurang

Skor (5): sangat baik

0,0776

5

3

4

5

3

2

2

Aroma Air Seduhan

Skor (1): sangat kurang

Skor (5): sangat baik

0,1189

5

4

4

5

3

2

2

Infused Leaf
Skor (1): sangat kurang
Skor (5): sangat baik

0,0401

5

3

4

5

3

2

2

Kemasan

Skor (1): sangat kurang

Skor (5): sangat baik

0,0426

5

4

4

4

4

4

3

Penyelesaian klaim

Skor (1): sangat sulit

Skor (5): sangat mudah

0,0864

5

4

4

1

1

5

3

Nilai Sikap Pembeli a)

Semakin mendekati angka (0) semakin baik

1,6

0,6

0,8

1,8

2,0

2,2

Ranking Posisi Citra

Ranking 1 = terbaik

Ranking 6 = terburuk

3

1

2

4

5

6

Keterangan :

a). Dalam hal ini posisi sikap responden terhadap produk teh suatu negara produsen diartikan sama dengan posisi citra pembeli terhadap produk teh tersebut.

b). India Utara dibedakan dengan India Selatan karena menurut para responden

karakteristik teh yang dihasilkan di kedua wilayah tersebut sangat berbeda.

Tabel 2. Nilai sikap terhadap teh curah Indonesia di setiap kriteria

Kriteria

Nilai

Sikap

Prioritas Perbaikan

Kesesuaian Jenis Teh dan Grade

0,35

1

Harga

0,19

4

Kenampakan Teh Kering

0,24

3

Rasa Air Seduhan

0,31

2

Warna Air Seduhan

0,16

5

Aroma Air Seduhan

0,12

6

Ampas Seduhan (Infused leaf)

0,08

8

Kemasan

0,04

9

Penyelesaian klaim

0,09

7

Tabel 3. Komposisi produksi teh Sri Lanka

Jenis Teh

Tahun 2000 (%)

Tahun 2001 (%)

High grown

29,0

26,5

Medium grown

19,1

18,0

Low grown

51,9

55,5

Total

100

100

Sumber : KPB-PTPN I – XIV (2001)

Bambang dan Juhana (1992) juga telah melakukan penelitian pengaruh ukuran mesh ayakan basah dengan program giling kombinasi orthodox-rotorvane satu kali lewat, terhadap persentase dan keseragaman bubuk teh basah serta jumlah teh kering yang dipotong untuk menghasilkan small grade . Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran lubang basah mesh 7,7,7 merupakan ukuran yang tepat karena alasan-alasan sebagai berikut. (1) Menghasilkan bubuk teh yang paling seragam; dan (2) Persentase bubuk yang dipotong paling kecil, walaupun jumlah bubuk basah yang diperoleh tidak berbeda di antara perlakuan yang dicoba.

Berlainan dengan grade teh yang masih dapat dimodifikasi, maka kriteria jenis teh sangat sulit untuk dimodifikasi karena sangat ditentukan oleh elevasi (ketinggian dari permukaan laut) kebun teh. Oleh karena itu, untuk kriteria jenis teh, para pekebun perlu menyesuaikan jenis teh-nya dengan selera pasar masing-masing negara pengimpor/konsumen teh. Cara lain adalah mencari dan membangun kebun teh yang terletak di elevasi yang sesuai dengan target pasar. Upaya promosi dalam rangka mengubah selera pasar biasanya memerlukan waktu dan biaya yang besar. Demikian pula upaya penyesuaian kondisi agro-klimat dan kondisi tanah akan memerlukan biaya yang sangat mahal.

Hasil tabulasi data dari wawancara dengan para responden yang tergabung dalam JTBA (22 responden) menunjukkan bahwa terdapat pasar yang hanya menghendaki teh jenis low grown yaitu pasar Timur Tengah pada umumnya kecuali Mesir, Pakistan, Afganistan dan Irak. Negara konsumen teh yang menghendaki hanya jenis teh yang termasuk medium grown adalah Federasi Rusia. Selanjutnya, negara-negara konsumen teh yang menghendaki teh yang termasuk jenis high hingga medium grown antara lain adalah Australia, Eropa Barat (khususnya Inggris, Belanda dan Jerman), Eropa Timur, Polandia, Hongaria, Turki, dan Jepang.

Negara-negara konsumen teh yang menghendaki teh jenis medium hingga low grown antara lain Pakistan, Irak, Afganistan, Mesir, Singapura dan Malaysia. Di lain pihak, negara-negara konsumen teh yang dapat menerima seluruh jenis teh ( low, medium, dan high grown ) antara lain adalah pasar Amerika secara keseluruhan (Amerika Serikat, Kanada, Amerika Tengah dan Amerika Selatan). Hal ini berkaitan dengan adanya keragaman budaya, ras dan etnik di benua Amerika.

Untuk memudahkan mengidentifikasi pasar berdasarkan selera jenis dan grade teh, maka telah disusun pengelompokkan pasar berdasarkan jenis dan grade teh yang disajikan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 terlihat bahwa pasar teh di dunia dapat dikelompokkan menjadi 11 kelompok yaitu: (1) pasar yang menghendaki teh jenis low grown dengan kombinasi seimbang antara leafy dan broken grade yaitu Timur Tengah (diluar Mesir, Pakistan, Afganistan dan Irak); (2) pasar yang menghendaki jenis low grown dengan dominasi leafy grade (lebih dari 65% kebutuhan) yaitu pasar Iran; (3) pasar yang menghendaki jenis teh medium grown dengan dominasi broken grade yaitu Federasi Rusia; (4) pasar yang menghendaki jenis teh low hingga medium grown dengan dominasi small grade antara lain Singapura, Malaysia, dan Mesir; (5) pasar yang menghendaki jenis teh low hingga medium grown dengan dominasi broken grade yaitu pasar Irak; (6) pasar yang menghendaki jenis teh low hingga medium grown dengan kombinasi seimbang antara small dan broken grade antara lain Pakistan dan Afganistan; (7) pasar yang menghendaki jenis teh high hingga medium grown dengan dominasi small grade , antara lain Polandia dan Hongaria; (8) pasar yang menghendaki jenis teh high hingga medium grown dengan dominasi broken grade , antara lain Jepang, Turki dan Eropa Timur pada umumnya; (9) pasar yang menghendaki jenis teh high hingga medium grown dengan kombinasi seimbang antara small dan broken grade , antara lain Eropa Barat pada umumnya (khususnya Inggris, Belanda, Jerman), dan Australia; (10) pasar yang menghendaki semua jenis teh ( low, medium, high grown ) dengan dominasi small grade , antara lain Amerika Serikat dan Kanada; (11) pasar yang menghendaki semua jenis teh ( low, medium, high grown ) dengan komposisi seimbang antara small dan broken grade yaitu Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Tabel 4. Hasil pengelompokan pasar teh dunia atas dasar jenis teh dan grade yang dibutuhkan.

Jenis/Grade

Small

Broken

Small dan
Broken

Leafy

Leafy dan

Broken

High – Medium – Low Grown

Amerika Serikat,

Kanada

-

Amerika Tengah dan Selatan

-

-

High – Medium Grown

Polandia,

Hongaria

Jepang, Turki,

Eropa Timur

Eropa Barat (Inggris, Belanda, Jerman), Australia

-

-

Medium Grown

-

Rusia (Federasi Rusia)

-

-

-

Medium – Low Grown

Singapura,

Malysia,

Mesir

Irak

Pakistan,

Afganistan

-

-

Low Grown

-

-

-

Iran

Timur Tengah (umum)


sumber : Lembaga Perkebunan Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar